“Aku rela di penjara asalkan bersama buku,,
karena dengan buku aku bebas”
Drs. Muhammad Hatta
Tidak terasa ternyata #perpuskoper @madiunmembaca masuk ke 6 tahunnya di tanggal 11 Januari. Sebuah inisiatif sederhana yang dilakukan oleh orang-orang yang notabenenenya bukan pustakawan. ya.. bukan pustakawan, diinisiasi oleh para penyuka buku, orang yang hanya sekedar suka baca saja. bukan pengamat atau pakar yang mampu menganalisa tentang minat baca atau budaya literasi di masyarakat kita.
Berawal dari membuat halaman Facebook Madiun Membaca di tahun 2013, Halaman ini bertujuan untuk mengumpulkan para pembaca di wilayah Madiun. Tujuan itu ada sebagai wujud menjawab adanya Majelis Sastra Madiun yang di gawangi oleh Arif Gumantia, yang merupakan kumpulan para penulis Madiun. Pada sebuah kumpulan ngopi bareng, saya ingat bicara begini kepada kawan Arif Gumantia ” Bila ada forum penulis, maka logikanya harus ada forum pembaca. Orang-orang yang membaca tulisan para penulis, dan itu tidak bisa begitu saja bisa ada kalo tidak di budayakan ” Kurang lebih begitu asumsi awalnya.
Seiring perkembangannya, kawan kawan relawan Madiun Membaca banyak berkomunikasi dengan pegiat literasi Tulungagung yakni Tjut Zakia Anshari dari Sanggar Pena Ananda untuk bertukar pandangan tentang pentingnya melakukan giat literasi di tengah masyarakat. Pada tahun 2014 Saya bersama Bayu Harta dan (alm) Husnur Alamsyah melakukan perjalanan ke Tulungagung untuk belajar bagaimana mengelola kegiatan yang ada disana.
Sepulang dari Tulungagung, Kami sepakat untuk melakukan kegiatan yang serupa dengan apa yang dilakukan Sanggar Pena Ananda. Kami ingin melakukan kegiatan lapak buku atau perpustakaan jalanan. Idenya sederhana, mengajak masyarakat Madiun membaca sejenak setiap minggu. Minimal menjadi percikan agar masyarakat kangen kembali membaca buku. Namun ide itu masih terendapkan karena masih sedikitnya koleksi buku yang dimiliki.
Suatu hari di bulan September 2014, keinginan bikin lapak baca diceritakan kepada Rudi, Salah satu pemilik rental komik di Madiun. Kurang lebih bebrapa minggu kemudian, Rudi menghubungi bahwa rental bukunya sudah tutup, sebagian bukunya sudah terjual dan masih menyisakan sekitar 8 karung besar komik yang bisa diambil di rumahnya, bila kawan-kawan madiun membaca berminat. Tawaran luar biasa itu langsung di respon oleh saya dan Bayu. Dengan hanya mengendarai motor, kami angkut buku-buku tersebut untuk kami bawa dan kemudian kami sortir.
Dengan banyaknya buku tersebut, kami masih bingung bagaimana membawanya untuk melapak di tengah masyarakat. Setelah dengan beberapa pertimbangan, kami membuat beberapa opsi, membawa buku dalam kardus mie instan atau dengan koper. Dan opsi tersebut kami ceritakan dalam grup whatsapp. Dan ternyata ada teman, Mas Margiyanto, yang menawarkan koper bekas yang rusak gagangnya untuk menyimpan buku. Nah, karena dapat koper, sekalian saja perpustakaan dinamakan Perpustakaan Koper Madiun Membaca.
Perpustakaan koper Madiun Membaca pertama kali membuka lapak pada 11 Januari 2015 di Alun-Alun Kota Madiun, tepatnya sebelah barat patung kolonel Marhadi. Buku-buku diletakkan dalam koper yang dibuka di atas banner bekas. Layanan dibuka dari jam 06.00-10.00 WIB, Pengunjung bebas untuk membaca ditempat secara percuma. Sejak pertama kali di buka, perpustakaan koper memiliki pengunjung rata-rata 20-30 orang dari segala usia setiap minggunya.
Pada awal akan berangkat ke Alun-alun Madiun untuk pertama kali tersebut, saya bilang ke Bayu, ” Yu, andai nanti gak ada yang baca, atau kita dianggap aneh, apa kamu udah siap ? ” Bayu pun menjawab , ” Ayuk aja bang, saya melakukan ini karena senang aja. urusan apa yang dipikirkan orang itu gak usah dipikirkan.” itulah mengapa kita tetap berangkat ngelapak walau mungkin itu adalah hal aneh dan baru bagi orang Madiun.
Saya, Bayu dan alm Husnur bukan lah pustakawan. Kesamaan kami adalah sama-sama suka baca. Baca apa saja. Dari novel, komik, koran atau majalah. Sebagai orang yang pekerjaan tidak menentu seperti saya, saya kerap mengisi waktu dengan membaca. kadang komik, kadang novel, kadang juga koran… ( yah kalau baca koran terbaru, paling sering membaca lowongan pekerjaan dan suara pembaca ). Sementara Bayu, pekerjaannya adalah sebagai penjaga sekolah merangkap tukang kebun di sebuah SD negeri di kabupaten Madiun. Pekerjaan yang dilakoni dari dulu saat awal madiun membaca ada hingga sekarang. Namun kesukaannya terhadap buku dan budaya literasi sudah mendarah daging. Saat awal-awal SD Negeri dimana dia bekerja memiliki website sekolah, dia lah yang menulis berita dan artikel aktivitas yang ada di sekolahnya, sendirian. Bukan para guru yang sebetulnya paling dekat dengan predikat literat. Alm. Husnur Alamsyah pun bukan pustakawan. Dia hanya penggemar komik donal bebek. bahkan dia hapal silsilah keluarga Donal. Setiap melapak, dia kerap membuka komik donal bebek untuk di baca di tempat.
Banyak pengelaman dan cerita yang dialami oleh kawan-kawan @madiunmembaca saat melakukan lapak #perpuskoper. kami pernah di datangi personel Satpol PP, karena dikira sedang jualan di tengah area alun-alun, ada juga kita pernah di tunggu para pengunjung yang ingin membaca buku dikarenakan kami telat sekitar 45 menit dari kebiasaan kami ngelapak. Dan disebabkan Alun-alun sering digunakan untuk acara, lokasi perpustakaan berpindah ke Lapangan Gulun, Kota Madiun. Setelah beberapa kali berkegiatan di lapangan Gulun, ternyata lapangan itu juga sering digunakan untuk acara dan kurang kondusif untuk membaca buku. Akhirnya Madiun Membaca kerap keliling ngelapak, kadang di tengah kampung. Kadang menyesuaikan dengan agenda kawan jaringan komunitas yang sedang ada acara, misalnya, penggalangan dana bencana dan acara donor darah. Perpus Koper ikut melapak disitu.
Dalam melakukan gerakannya, Madiun Membaca kadang melakukan perannya sebagai penghubung. Bukan sekedar sebagai pelaku saja. Contohnya terkait donasi buku. Banyak orang mendonasikan buku, tidak sedikit buku yang kemudian distribusikan ulang. Ketika mendapat sumbangan koper dan buku dari ICT Watch dan Kementerian Kominfo pada 2018, perpustakaan koper Madiun Membaca mendistribusikan sebagian buku itu ke taman bacaan masyarakat di sekitar Madiun yang baru dirintis. Juga saat mendapat donasi buku dari beberapa donatur maupun taman bacaan lain.
Pada perkembangannya kegiatan perpustakaan Koper Madiun membaca tidak hanya melakukan kegiatan lapak buku semata. Terkadang kami melakukan kegiatan berkolaborasi dengan komunitas lain, baik komunitas taman baca masyarakat maupun lintas konsentrasi lainnya. Kerja kolaborasi itu yang menciptakan tematik saat melakukan lapak buku. Saat berkolaborasi bersama Relawan TIK dan Kelompok Informasi Masyarakat, Madiun Membaca juga menggelar ular tangga internet sehat sebagai bagian kinerja kampanye literasi digital. Selain melakukan edukasi tentang pentingnya literasi keaksaraan, juga mengedukasi anak-anak tentang pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang aman dan sehat.
Pada Februari 2020 kemarin adalah acara ngelapak kita terakhir. Bukan tidak ingin melanjutkan, tapi lebih karena alasan pandemi Covid-19 yang melanda kita. Bahkan hingga kini, kami masih mengurungkan keinginan untuk melakukan kegiatan lapak buku. Kami tidak ingin, kegiatan nirlaba ini, malah menjadi sarana baru untuk penyebaran Covid-19. Yah… sambil menunggu covid-19 berlalu, kami hanya bisa memberikan layanan pesan pinjam buku yang di antar namun masih untuk kalangan tertentu saja. Dan berusaha menambah koleksi buku untuk bisa di tawarkan untuk dibaca oleh masyarakat Madiun.
6 Tahun #perpuskoper @madiunmembaca , telah memberikan kami banyak kesenangan dan kebahagiaan. kesenangan karena ternyata masih banyak orang-orang yang punya kegemaran membaca. Kebahagiaan karena terkadang kami mendapatkan momentum yang membuat kami tersenyum, ternyata MadiunMembaca bisa mempererat hubungan keluarga… lewat membaca.
Madiun, 10 Januari 2020
( tulisan ini sebagian besar saya kirimkan ke frasa media di tahun 2020, dan kemudian saya tambahkan sedikit untuk 6 tahun MadiunMembaca )